Kekerasan tidak hanya melulu soal fisik saja, salah satu kekerasan yang paling umum dan banyak terjadi ialah kekerasan verbal. Mirisnya, tindakan tersebut paling banyak diabaikan pada anak-anak. Alih-alih sebagai bentuk “pendisiplinan” atau “kepedulian yang kuat”.
Pola asuh seperti ini nyatanya dapat menyebabkan anak mengalami konsekuensi yang menghancurkan. Kerusakan akibat kekerasan verbal memang tidak terlihat secara eksternal, namun langsung pada psikis sang anak. Sayangnya, tidak banyak orang tua yang peduli dengan hal tersebut.
Tidak ada orang tua yang ingin memukul anaknya. Hal ini karena orang tua paham betul bahwa anak bisa sakit hati, takut, dan sengsara. Akan tetapi, orang tua kurang paham bahwa kekerasan verbal bisa berdampak buruk lebih besar daripada fisik.
Kekerasan fisik maupun verbal, sama-sama meninggalkan bekas luka yang teramat dalam pada diri sang anak. Meski tidak telihat nyata, namun tindakan tersebut menyebabkan kerugian secara emosional seseorang.
Misalnya, ketika anak melakukan kesalahan. Orang tua akan marah, menyudutkan, hingga mengeluarkan kata-kata yang tidak sepantasnya. Tindakan tersebut termasuk kekerasan secara verbal.
Selain merasakan rasa sakit hati, korban akan merasa kurang percaya diri, tidak memiliki kepercayaan terhadap orang lain, merasa tidak berharga, hingga bisa depresi.
Berikut dampak buruk bagi sang anak akibat tindakan verbal yang dilakukan orang tua, baik dalam jangka pendek maupun panjang.
1. Mempengaruhi perkembangan otak sang anak
Masa tumbuh kembang anak sangat berpengaruh terhadap pola asuh orang tuanya. Apabila semasa perkembangannya anak mendapatkan perlakuan kekerasan verbal. Maka, bisa jadi tindakan tersebut berpotensi mengubah perkembangan otak sang anak.
Bukan tanpa alasan, hal ini karena lingkungan memiliki kendali yang besar terhadap tumbuh kembang anak. Sehingga, tidak bisa dipungkiri bahwa lingkungan dapat memengaruhi bagaimana otak anak berkembang.
Ketika seorang anak yang tumbuh dalam lingkungan pola asuh yang baik. Bisa dipastikan anak tersebut akan tumbuh menjadi pribadi dengan emosional yang stabil.
Namun kondisi tersebut akan sangat berbeda jika seorang anak tumbuh dalam lingkungan yang toxic. Anak akan mengalami masa sulit, stress, hingga bisa menurunkan perkembangan otak sang anak.
Saat anak mengalami kekerasan verbal, anak akan merasa stress. Kondisi stress di masa kanak-kanan akan mengurangi jumlah neuron di hipokampus. Dimana hal tersebut sangat berkaitan dengan regulasi emosional di bagian otak.
2. Merubah perilaku anak
Dampak nyata yang ditimbulkan dari kekerasan verbal ialah perubahan perilaku anak. Kita tahu bahwa anak menjadi peniru yang baik. Tidak heran, jika pola asuh orang tua sangat berpengaruh besar terhadap pribadi sang anak.
Ketika anak dibesarkan dalam keluarga yang toxic. Maka, anak hanya akan mengenal pola asuh yang buruk dalam hidupnya. Sehingga, perilaku-perilaku tersebut akan terbawa hingga dewasa.
Akan sangat miris jika anak memiliki rasa dendam yang amat dalam akibat pola asuh yang buruk dari orang tuanya. Ketika hal itu dirasakan, anak bisa saja meniru kekerasan yang pernah dialaminya dan diterapkan dalam kehidupannya nanti.
Misalnya, anak kurang memiliki kemampuan membaca. Bukannya memberi motivasi dan mengajari dengan baik, orang tua malah memarahi sang anak. Sehingga anak merasa tertekan dan frustasi.
Nah, kondisi bisa menjadi rasa sakit hati yang amat mendalam. Akhirnya, anak tumbuh menjadi pribadi yang suka mem-bully.
3. Meruntuhkan kepercayaan diri dalam diri anak
Seseorang yang suka mem-bully cenderung memiliki sikap yang kurang percaya diri akan dirinya sendiri. Sehingga ketika orang lain memiliki skill yang lebih baik, atau sebaliknya. Ia tidak segan untuk menyudutkan orang tersebut.
Keadaan itu tidak terjadi begitu saja, melainkan ada alasan dan sebab dibalik perilakunya. Bisa jadi, perilaku tersebut ia contoh dari pola asuh yang buruk dari orang tua.
Tidak sedikit orang tua saat marah melakukan tindakan yang menyudutkan, berteriak, bahkan meremehkan sang anak. Kondisi tersebut secara tidak langsung dapat merusak mental anak. Pada akhirnya, anak tidak memiliki kepercayaan diri dalam dirinya.
Misalnya, ketika orang tua kesal dan mengucapkan kalimat “dasar bodoh!”, “nggak, ada gunanya!”, atau apapun itu. Secara tidak langsung, anak akan terdoktrin pikirannya, bahwa ia benar-benar ‘bodoh’, dan ‘tidak berguna’.
Jika hal tersebut terjadi terus menerus, bisa dipastikan mental anak akan sangat terganggu. Anak akan kehilangan kepercayaan atas kemampuan yang ia miliki, sehingga ragu untuk melakukan berbagai macam aktivitas baru.
Namun, jika orang tua selalu mendukung, maka anak akan semakin berkembang dan meningkat seiring waktu.
4. Rasa sakit yang bertahan seumur hidup
Ketika seseorang mengalami kekerasan fisik, maka bisa dengan sangat mudah mendapati luka yang didapat. Akan tetapi, tidak untuk seseorang yang mengalami tindakan kekerasan secara verbal.
Meski tidak terlihat secara jelas, namun dampak dari verbal bisa sangat menghacurkan kehidupan seseorang. Bayangkan saja jika hal tersebut terjadi pada seorang anak.
Jika saat seseorang jatuh dan terluka kakinya, maka dengan mudah orang tersebut dapat melupakan rasa sakitnya. Namun, bagaimana jika rasa sakit tersebut akibat tidak dihargai, direndahkan, dan disepelehkan oleh orang tua sendiri. Tentu akan sangat menyakitkan, bukan.
Kekerasan secara verbal akan sangat sulit untuk dilupakan. Bukan tanpa alasan, hal ini karena rasa sakit yang dihasilkan begitu besar dan emosional. Hampir sepanjang hidupnya, anak akan dihantui dengan perlakuan buruk yang pernah ia dapatkan.
Meskipun kejadian telah lama, namun rasa sakit tersebut akan kembali muncul dan kembali utuh. Pada akhirnya, anak akan tumbuh menjadi pribadi pendendam.
5. Terjerumus ke hal-hal negatif
Ketika kondisi keluarga yang sangat toxic dan perlakuan buruk tidak bisa dihindari lagi. Maka, sang anak berpotensi mengalami gangguan mental yang cukup berat. Baik itu kekerasan fisik ataupun verbal, sama-sama memiliki pengaruh buruk terhadap psikis sang anak.
Apabila hal tersebut terjadi, anak akan mengalami pandangan negatif. Pada akhirnya, ia akan mencari jalan keluar untuk membuat tekanan itu berkurang. Meski jalan yang ditempuh kurang baik, seperti memakai obat-obatan terlarang.
6. Depresi dan ganguan psikologi
Anak tumbuh dan hidup dengan kekerasan verbal, lebih berpotensi besar mengalami depresi. Depresi yang terjadi akan condong pada hal yang negatif. Misalkan seperti emosional, dan lain sebagainya.
Percaya atau tidak, jika hal tersebut terjadi dalam kurun waktu yang lama. Maka, anak akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan dalam tubuhnya.
So, parents should never demand that their children be what we want them to be. The relationship between parents and children is much more than that.
Mulai sekarang, cobalah untuk memahami karakter dan keinginan anak. Percayalah, tidak ada seorang anak dalam hidupnya ingin mengecewakan orang tuanya. Itu anakmu yang dilahirkan dari cinta, bukan robot penurut dan tidak memiliki mimpi. Semangat!