Broken home menjadi tanda bahwa struktur dalam keluarga mengalami perpecahan. Broken home tidak hanya disebabkan oleh perceraian orang tua, tapi juga takdir kematian dari salah satu orang tua.
Anak yang kehilangan orang tua karena meninggal, pastinya batin mereka akan sangat terluka. Namun, bagaimana kondisinya jika broken home yang dialami adalah akibat dari sebuah perceraian.
Bukan hal yang mudah bagi anak menerima perceraian orang tuanya. Umumnya, broken home akibat bercerai memiliki dampak buruk bagi tumbuh kembang dan kesehatan mental sang anak.
Jika perceraian benar-benar terjadi, anak akan merasakan kehilangan peran penting sebuah keluarga. Selain itu, banyak efek negatif yang akan terjadi pada diri anak, terutama berimbas pada mental anak. Berikut dampak buruk broken home pada psikologi anak yang perlu orang tua tahu.
1. Mengalami kesedihan yang berkelanjutan
Menyadari adanya perpisahan diantara kedua orang tua, tentu akan sangat menyakitkan bagi sang anak. Tidak heran, jika hampir semua anak akan merasakan kesedihan yang mendalam.
Apalagi, jika selama ini anak mengetahui keluarganya baik-baik saja. Kehidupan keluarganya begitu harmonis dan bahagia. Melihat ayah dan ibunya penuh dengan cinta dan kasih. Sehingga, tidak terlintas sedikitpun dipikiran bahwa keluarganya akan mengalami broken home.
Menyadari hal tersebut, pastinya sang anak akan mengalami syok dan sedih. Kesedihan anak, biasanya akibat dari belum siapnya mereka menerima kenyataan. Takut tidak bisa melewati kehidupannya kedepan.
Akan tetapi, hal yang paling menyedihkan bagi mereka ialah menyadari bahwa keluarganya hancur. Kenangan indah bersama keluarganya sudah tidak bisa didapatkan dan terulang kembali.
Meski perasaan sedih merupakan luapan emosi yang sangat normal. Namun, akan sangat bahaya jika kesedihan tersebut berlarut dalam kurun waktu yang lama.
2. Menyalakan dirinya sendiri sebagai penyebab perpisahan
Selain perasaan sedih, anak dari broken home akan cenderung menyalahkan dirinya sendiri. Menganggap perpisahan orang tuanya itu berasal dari kesalahannya.
Misalkan, seorang anak sering mendengarkan orang tuanya beradu argumen. Melihat orang tuanya berselisih pendapat mengenai masa depan anaknya nanti, atau ering bersitegang dan menyalahkan satu sama lain karena anak melakukan kesalahan.
Hal-hal tersebutlah yang semakin membuat anak merasa bahwa dia adalah sumber dari akar permasalahan yang sedang terjadi. Mereka pun tidak segan untuk menyalahkan dirinya sendiri.
Padahal, hal tersebut belum tentu benar adanya. Karena sejatinya, setiap hubungan memiliki masalahnya sendiri.
3. Menjadi lebih posesif
Berada di titik berat dalam hidup, tentu membuat anak dari keluarga broken home harus memiliki proteksi untuk dirinya sendiri. Tidak ada anak yang ingin mengalami masa tersulit dalam hidupnya, apalagi yang berhubungan dengan keharmonisan keluarga.
Kondisi inilah yang cederung membentuk anak dari broken home menjadi lebih posesif. Entah dalam lingkungan keluarga, pertemanan, ataupun percintaan.
Hal ini akibat dari rasa emosional yang begitu besar, dimana anak broken home haus akan kasih sayang dari keluarganya. Selain itu, mereka juga cenderung memiliki sifat cemburu yang berlebihan terhadap orang lain.
Sifat posesif dan perasaan cemburu dapat membentuk karakter orang menjadi toxic. Apapun yang namanya toxic, itu memiliki dampak buruk bagi diri sendiri maupun lingkungannya.
4. Sulit percaya dengan orang lain
Tidak ada perasaan paling menyakitkan kecuali rasa kecewa, pada diri anak broken home. Retaknya keluarga yang begitu di cintainya, tentu menjadi pukulan terbesar selama hidupnya.
Tidak heran jika anak broken home, akan kehilangan rasa percaya terhadap orang lain. Hal ini karena akibat dari masalah yang menimpa dalam keluarganya begitu menyakitkan. Bagi mereka, semua yang dijalani selama ini hanyalah sebuah ilusi dan penuh dengan kebohongan.
Rasa belum menerima yang begitu dalam, membuat anak broken home tumbuh menjadi pribadi pendendam dan posesif. Selain itu, mereka pun akan sangat sulit untuk menaruh kepercayaan pada orang lain.
Tekanan yang diterima pun bisa menyebabkan anak mudah frustasi. Sehingga, tidak heran jika anak dari keluarga broken home, sering berkecil hati saat menjalin hubungan dengan orang lain.
5. Kehilangan kasih sayaang
Dampak yang paling terasa oleh anak broken home ialah hilangnya rasa kasih sayang dari keluarga yang untuh. Dimana, selayaknya seorang anak tumbuh dan berkembang bersama kedua orang tuanya dalam satu atap rumah.
Namun, menyadari kondisi keluarganya berpisah. Membuat mereka pun berpikir bahwa orang tunya sudah tidak menyayanginya lagi. Hal ini akibat dari rasa kecewa yang begitu dalam.
Anak broken home pun akan merasakan kehilangan yang begitu besar. Bagi mereka, sangat sulit untuk mendapatkan semuanya lagi, kembali untuh seperti semula. Sebab, bagi anak broken home belum tentu ada yang mampu menggantikan peran yang hilang. Sehingga, mereka merasa sudah tidak ada yang peduli dan perhatian dengannya.
6. Trauma untuk menjalani hubungan dengan orang lain
Permasalahan yang penuh tekanan, dominan memberi dampak buruk bagi kehidupan seorang anak. Masalah yang cukup berat dan tidak mudah dihadapi, tentu membuat mereka mudah frustasi. Apalagi jika masalah tersebut berhubungan dengan keharmonisan keluarganya.
Melihat dan menyaksikan keluarganya dalam jurang kehancuran, bukanlah hal yang mudah bagi seorang anak untuk menerima kondisi tersebut. Tidak heran, jika anak broken home lebih banyak menerima rasa kekecewaan daripada perasaan sedih.
Parahnya, rasa kecewa yang terbawa hingga dewasa akan berpengaruh buruk terhadap psikologi anak. Alhasil, kondisi tersebut cenderung menyisakan trauma pada diri anak broken home. Sehingga, akan sangat sulit bagi mereka untuk menjalin hubungan dengan orang lain.
Bukan tanpa sebab, memori dari pengalaman buruk dalam keluarganya lah yang membentuk mereka menjadi seperti itu. Perasaan ragu dan takut pun tidak bisa dihindari saat akan membangun sebuah keluarga nantinya.
7. Depresi
Perceraian atau retaknya hubungan keluarga dapat menyebabkan efek traumatis yang mendalam pada diri anak. Kondisi traumatis yang berkepanjangan akan berdampak buruk bagi kesehatan mentalnya.
Ketika anak mengalami gangguan psikologi yang serius, artinya mereka sedang tidak baik-baik saja dan butuh pertolongan. Jika kondisi tersebut dibiarkan dan dianggap remeh, bisa dipastikan anak akan masuk fase depresi yang berat.
Dampaknya, interaksi anak dengan orang lain akan terganggu. Selain itu juga, depresi dapat mempengaruhi cara bersosialisasi dan membangun hubungan dengan orang lain.
Hampir semua anak broken home mengurung perasaan negatif pada dirinya. Satu waktu, perasaan tersebut bisa saja meledak dan menjadi boomerang.
Orang tua harus tahu, bahwa depresi bisa disebabkan oleh keadaan apapun. Bukan hanya perceraian, tapi juga dari pola asuh yang buruk atau toxic parenting.
So, pikirkanlah dengan matang langkah yang akan kamu ambil. Jika pun perceraian adalah jalan satu-satunya. Jangan lupa untuk memberi penjelasan dan pengertian pada anak. Happy Family!