Kita memang tak bisa menilai diri seseorang dengan sekejab. Apalagi menilai orang itu dari penampilannya saja. Seperti yang ditunjukkan dari kisah Soesilo Toer. Siapa yang menyangka, pria sederhana kelahiran 17 Februari 1937 ini adalah seorang dengan pendidikan yang tinggi. Pria berusia 81 tahun ini adalah orang yang bergelar master dan doktor ekonomi politik dari perguruan tinggi bergengsi.Namun sayangnya dengan gelar tersebut, beliau tampaknya tak tertarik dengan kehidupan yang nyaman. Biasanya sih dengan gelar seperti itu, kita mungkin dengan mudah mendapatkan pekerjaan yang kita inginkan. Misalnya jadi dosen atau jadi seorang politikus.Tapi berbeda dengan Soesilo Toer, dirinya malah lebih memilih menjadi seorang pemulung sampah di Blora, Jawa Tengah. Soesilo mengaku lebih nyaman menjadi seorang pemulung daripada orang yang berpangkat. Bagaimana cerita selengkapnya? Langsung saja.
Sosok yang Bergelar tinggi
Soes, panggilan akrabnya, adalah seorang yang bergelar tinggi. Dirinya adalah seorang master jebolan University Patrice Lumumba dan gelar doktor bidang politik dan ekonomi dari Institut Perekonomian Rakyat Plekhanov Uni Soviet. Keduanya berada di Rusia. ‎Sebelum hijrah ke Rusia, Soes sempat menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi di Universitas Indonesia‎ (UI).Soes juga menjadi mahasiswa BI jurusan ekonomi yang beralih menjadi IKIP di Jakarta Selatan.‎ Dia lolos tanpa tes karena nilai SMA yang sangat memuaskan. Namun, perjalanan di kedua kampus itu terhenti karena masalah biaya.Setelah itu, Soes memutuskan untuk pergi ke Rusia pada 1962. Soes mengaku mengenyam pendidikan di sana tidaklah mudah.Selama 11 tahun di Rusia, Soes bekerja apa saja, mulai dari penulis, penerjemah, peneliti dan pekerja kasar. Karena latar belakang pendidikannya, Soes berpendapatan tinggi.Disana dirinya bisa dikatakan hidup berkelimang harta, makan di tempat restoran yang mewah seminggu sekali, bahkan bisa mentraktir teman-temannya dan membuat pesta kecil-kecilan.
Fasih bebahasa banyak negara
Soes fasih berbahasa Inggris, Rusia, Jerman, dan Belanda. Entah itu secara lisan maupun tulisan. Maklum saja, dirinyamengerti banyak bahasa karena pernah tinggal lama di Rusia.
Bekerja sebagai pemulung
Kehidupan Soesilo Toer seakan bak roda yang berputar. Setelah beberapa lama bekerja dengan pendapatan yang “wah”, Soes mengaku sama sekali tak menyukai pekerjaannya yang dianggapnya terlalu membosankan.Soes kemudian memilih hidup di Blora dan menikmati hari tuanya untuk memulung sampah dan menulis. Setiap malam tiba, dirinya mulai berkeliling untuk memulung sampah. Jenis sampah yang ia kumpulkan pun beragam, mulai dari sampah kardus, botol, plastik, koran, dan sampah lainnya.Ketika memulung sampah, dirinya terbantu dengan adanya sepeda motor pemberian keponakannya. Aktivitas menjadi seorang pemulung sampah diakuinya untuk biaya menyambung hidup.Walau menjadi seorang pemulung, Soesilo Toer mengaku tak penah malu dengan pekerjaannya.“Buat apa malu, yang terpenting adalah bagaimana pekerjaan seseorang itu punya nilai lebih. Saya sudah banyak diejek orang, tapi seolah itu sudah tawar bagi saya. Setinggi apa pun pangkat Anda, jika tak punya nilai lebih, ya percuma,” tutur Soesilo saat dikunjungi detikcom di rumahnya,” kata Soesilo Toer yang dikutip dari detikcom.Baca Juga: Berbekal Mulung Sampah, Guru SMK ini Sukses Biayai Kuliahnya Hingga S2
Adik dari Pramoedya Ananta Toer
Soesilo Toer merupakan adik dari Pramoedya Ananta Toer, seorang sastrawan Indonesia yang terkenal. Banyak karya tulis dari Pram yang melejit bahkan sebagian besar sudah diterjemahkan ke dalam 40 bahasa asing.Sama seperti kakaknya, Soes juga dikenal sangat hobi menulis. Soesilo Toer telah menerbitkan setidaknya 20 buku, salah satu karyanya yang fenomenal berjudul ‘Bersama Mas Pram: Memoar Dua Adik Pramoedya Ananta Toer‘. Ia pun mengaku saat ini masih banyak buku yang belum ia rilis.Diusianya yang sudah tua, Soes masih menjaga semangat hobinya untuk menulis. Pada siang hari, dirinya akan menulis. Dan pada malam harinya, Soes mulai memulung sampah.Pelajaran yang kita petik dari kisah Soesilo Toer adalah jangan pernah malu dengan pekerjaan kita sekarang. Selagi pekerjaan itu halal, kenapa mesti malu.Apalagi harus membanding-bandingkan penghasilan dengan penghasilan orang lain. Contohlah Soesilo Toer, penghasilannya dari memulung tidaklah besar, rata-rata Rp 25 ribu dalam sehari. Namun ia bisa menikmati hidup ini karena dirinya mampu bersyukur.