Family adalah tempat terbaik untuk tumbuh dan berkembang. Tidak heran, apabila keluarga menjadi salah satu sumber kebahagiaan bagi anggota keluarganya. Menjadi tempat berlindung yang paling aman untuk mencari kenyamanan.
Sayangnya, tidak semua keluarga itu sempurna. Sampai saat ini, masih banyak terjadi dalam masyarakat, keluarga justru menjadi sumber utama dari timbulnya rasa sakit dan trauma bagi anggota keluarga di dalamnya.
Keluarga dengan kondisi tersebut, biasanya tidak akan menghasilkan keluarga yang sehat, melainkan keluarga toxic.
Banyak sekali yang tidak menyadari adanya toxic family dalam kehidupan keluarganya. Biasanya, kondisi seperti ini disebabkan perilaku toxic yang terjadi terus-menerus. Tanpa disadari, perilaku tersebut menjadi hal lumrah dalam keluraga.
Perilaku toxic memiliki dampak negatif yang besar, jika dibiarkan berlarut-larut. Selain mengganggu kesehatan mental, berdampak buruk juga bagi kesehatan fisik seluruh anggota keluarganya.
Akan sangat bersyukur, ketika dengan cepat menyadari telah terjebak dalam toxic family. Namun, menghadapai kondisi tersebut bukanlah hal yang mudah.
Nah, agar tidak terjebak terlalu dalam. Perlu sesegera mungkin untuk mengetahui apakah kita memiliki keluarga toxic. Berikut perilaku yang tanpa disadari menjadi ciri-ciri hubungan tidak sehat dalam keluarga.
1. Selalu mengkritik dengan cara tidak baik (keras)
Setiap orang tidak lepas dari kesalahan, baik itu disengaja atau tidak. Jangankan dengan orang lain, untuk diri sendiri pun terkadang masih melakukan kesalahan.
Dalam keluarga toxic, ketika menyadari kesalahan anggota keluarga. Tanpa berpikir panjang, mereka justru akan menggempur dengan kritikan yang keras. Mengeluarkan komentar pedas, serta menyalahkan tanpa akhir.
Perilaku toxic muncul karena pelaku menganggap korban layak mendapatkan hal tersebut, atas kesalahannya. Meski berprilaku toxic, tidak sedikit pula yang berdalih bahwa itu semua untuk mengajarkan akan kesalahan yang dibuat.
Banyak pula yang beranggapan bahwa semua komentar tersebut hanyalah bahan bercandaan. Sayangnya, tanpa disadari hal itu akan membuat seseorang merasa tersudutkan. Ujung-ujungnya, kesehatan mental korban jadi down dan tidak semangat lagi dalam hidup.
2. Jarang mengapresiasi dan tidak menghargai privasi
Apresiasi adalah suatu bentuk penghargaan atas pencapaian yang telah didapat. Tidak hanya untuk teman atau orang lain, sesama keluarga juga harus saling mengapresiasi.
Memberikan apresiasi bisa membantu dalam membentuk karakter diri orang lain. Sayangnya, banyak sekali yang kurang peka dalam hal ini, termasuk keluarga.
Tahu kah kamu, jika kondisi ini juga disebut sebagai perilaku toxic. Kenapa begitu? Karena tidak ada rasa menghargai atas apa yang telah dilakukan oleh orang lain.
Misal, ketika seseorang mendapatkan nilai bagus atau telah melakukan usaha yang baik. Maka, biasanya akan mendapatkan hadiah atau setidaknya ucapan selamat. Akan tetapi, hal ini akan mustahil terjadi jika hidup dalam keluarga yang toxic.
Bagi pelaku toxic, hal tersebut tidak perlu mendapatkan apresiasi. Sebab, itu bukanlah hasil akhir dari standar yang pelaku toxic inginkan. Tidak peduli apapun yang dilakukan, target harus mampu mencapai targetnya.
Selain itu, toxic family juga digambarkan dengan tidak menghargai privasi anggota keluarga yang lain. Apapun yang dilakukan, pelaku toxic harus tahu dan masuk di dalamnya.
Pastinya, hal tersebut akan mempengaruhi pola pikir seseorang. Dia akan merasa kurang percaya diri dan tidak mampu survive dalam hidupnya nanti.
3. Tidak ada kepercayaan, sehingga membuat anggota keluarga merasa insecure
Tidak memiliki privasi, dapat membentuk pribadi yang selalu tergantung kepada orang lain. Ketika memiliki masalah, bukannya untuk mencari solusi, tapi malah pergi untuk mencari pertolongan.
Kondisi tersebut akibat dari keluarga yang sangat toxic. Dimana, pelaku toxic tidak memberi kesempatan untuk mereka bisa mengambil keputusan sendiri. Akibatnya, korban akan kurang percaya diri saat mengambil keputusan.
Bukan hanya itu, kurangnya apresiasi bisa menimbulkan tidak percaya diri terhadap diri seseorang. Jika hal ini terus terjadi, kondisi tidak percaya diri bisa berubah menjadi insecure. Dampaknya, tidak hanya merugikan, melainkan juga mengganggu kehidupan sosialnya.
Semua itu terjadi dari rasa tidak dihargai, kurangnya dukungan, dan dipandang sebalah mata oleh anggota kelurga toxic. Akibatnya, korban akan takut, cepas, dan ragu saat menggambil keputusan dalam hidupnya.
4. Kebutuhan dasar tidak terpenuhi dengan baik
Keluarga yang tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya, bisa menjadi salah satu faktor dari toxic family. Ketika keluarga toxic, tentu hal-hal seperti ini tidak terlalu penting untuk diperhatikan.
Kita tahu, kebutuhan dasar paling utama yaitu sandang, pangan, dan papan. Akan tetapi, selain itu kebutuhan dasar yang tidak kalah penting adalah hak untuk mendapatkan rasa aman.
Bayangkan saja, jika semua kebutuhan pokok terpenuhi dengan baik. Tapi, harus hidup bersama keluarga toxic, sangat tidak bisa dibayangkan. Hidup seakan merasa tidak dihargai, diabaikan dan hidup penuh dengan rasa takut.
5. Suka mengatur dan manipulatif
Pelaku toxic biasanya terlalu obsesi dengan hidup orang lain. Dia ingin masuk dan mengatur semua kehidupan korban, tanpa ada privasi lagi.
Bagi pelaku, bukan hal yang sulit untuk memanipulatif keadaan. Hal ini demi bisa mengendalikan korban sesuai dengan keputusannya.
Jika salah satu keluarga kamu suka dalam menentukan sekolah, karier, pasangan, hingga tentang anak. Artinya saat ini kamu sedang berada pada keluarga toxic. Dimana, hidupmu telah diatur dan dimanipulasi berdasarkan keinginan orang lain.
6. Narsistik dan tidak peduli dengan perkataan orang lain
Narsistik bisa dikatakan sebagai gangguan kepribadian. Keadaan inilah yang cenderung dimiliki oleh para toxic. Bagi mereka, tidak ada yang lebih hebat dari dirinya.
Tidak heran, jika pelaku toxic tidak peduli dengan perkataan orang lain. Dia hanya mau mendengarkan diri sendiri, dan menyalahkan orang lain atas kondisi yang tidak sesuai keinginannya.
Meski mengatahui atas tindakannya, bukan berarti pelaku dengan mudah mengakui kesalahannya. Bagi pelaku toxic, apa yang dilakukan selalu benar. Dalam dirinya hanya ada ego dan gengsi yang tinggi.
7. Timbul kekerasan secara verbal dan fisik
Sadar atau tidak sadar, jika dalam keluarga telah melakukan kekerasan itu bukanlah hal yang benar. Apabila saat ini kamu sedang mendapakan kekerasan secara verbal dari anggota keluargamu. Itu tandanya, kamu menyadari bahwa kamu dalam keluarga toxic.
Tidak menutup kemungkinan, akan ada kekerasan fisik. Dimana, pelaku toxic cenderung memiliki narsistik. Karena, dia tidak peduli dengan semua yang ada disekitarnya.
Kondisi ini akan tertanam pada pikiran dan pola perilaku seseorang. Ditakutkan, kejadian ini bisa berpotensi diterpakan dalam hubungan dengan orang lain.
Gimana, sudah bisa mengidentifikasi belum? Keluargamu termasuk ciri-ciri toxic family atau bukan? Jika iya, cobalah melakukan pendekatan antara hati ke hati. Jangan lupa bahagia!