Faktanya, sangat sulit bagi kita menunjuk suatu kondisi keluarga disfungsional. Sebab, karakteristik yang ditonjolkan tidaklah sama atau bervariasi setiap keluarganya.
Meski begitu, bukan hal yang sulit juga untuk menentukan mana keluarga yang tidak sehat. Karena pada dasarnya, karakteristik yang ditunjukkan sangat umum untuk diidentifikasi.
Apabila kondisi tersebut dibiarkan dalam keluarga dan tidak ada tindakan lebih lanjut untuk dicari penyelesaiannya. Akan mengkhawatirkan jika hal tersebut bisa diturunkan dari generasi ke generasi.
Tentu hal tersebut akan menjadi toxic dalam kehidupan keluarga.
Melihat kondisi tersebut, alangkah baiknya untuk mencari tahu dan menentukan apa yang membuat keluarga disfungsional. Selain itu, kita harus memastikan jika keluarga kita menunjukkan dalam kondisi perilaku yang sehat.
Lantas, apa sih keluarga disfungsional itu?
Mengutip dari American Psychological Association, keluarga disfungsional merupakan bentuk keluarga yang memiliki hubungan komunikasi yang kurang baik, sehingga tidak memiliki kedekatan secara emosional.
Apakah kamu merasakan kondisi tersebut dalam keluargamu? Jika memenuhi kriteria tersebut, maka keluargamu bisa dianggap disfungsional, lho.
Untuk lebih memperkuat spekulasi mengenai kondisi keluarga kita tergolong disfungsional atau tidak. Berikut ini ciri-ciri keluarga disfungsional yang tidak sehat. Kamu harus paham!
1. Memiliki Komunikasi yang Buruk
Salah satu kondisi yang paling menonjol yaitu tidak adanya komunikasi yang baik antar anggota keluarga.
Pada kasus seperti ini, sangat sulit bagi mereka untuk saling mendengarkan satu sama lain.
Tidak hanya itu, mereka juga tidak bisa mengungkapkan perasaan dengan cara yang baik dan tepat, lho.
Biasanya dalam keluarga tersebut tidak saling berbicara sama sekali atau bahkan jarang sekali melibatkan diri dalam pembicaraan.
Disisi lain, ada anggota keluarga yang cara berkomunikasinya dengan cara berteriak.
Apabila dalam suatu keluarga memiliki komunikasi yang tidak langsung, kurang baik, dan sepihak. Bisa dikatakan jika kondisi keluarga tersebut dalam keadaan yang tidak sehat.
2. Selalu Membandingkan Antar Anggota Keluarga
Mungkin sebagian besar orang tua tidak menyadari hal ini. Namun kenyataannya, keadaan ini yang sampai saat ini masih sering ditemui dan dilakukan orang tua terhadap sang anak.
Sangat bisa dimaklumi kok, jika orang tua memang ingin hal yang terbaik untuk anaknya.
Terkadang kondisi tersebut membuat orang tua menuntut sang anak menjadi apa yang mereka mau. Tanpa sadar, sang anak berhak untuk memilih jalannya sendiri.
Apabila kondisi ini dibiarkan terus-menerus dalam kurun waktu yang lama, hal ini bisa menjadi bumerang dan masalah besar antara anak dan orang tuanya.
Belum lagi, orang tua yang selalu membandingkan setiap anak dengan anak yang lainnya di dalam keluarga.
“Kenapa kamu tidak sepintar dia (kakak atau adik)” atau kalimat tuntutan dan perbandingan lainnya dari orang tua.
Membuat perbandingan secara terang-terang ini bukan malah membuat sang anak berubah menjadi lebih baik. Malah bisa jadi akan timbul masalah baru antara anak dan orang tua atau yang lainnya.
3. Memberikan Kritikan yang Berlebihan
Dalam keluarga tentu memang harus adanya saling keterbukaan. Apalagi demi untuk memperbaiki keadaan yang salah atau kurang tepat.
Tapi bagaimana ceritanya jika keadaan tersebut malah berujung kritikan yang pedas dan tidak seharusnya didapatkan?
Mengkritik itu boleh dan sah, namun masih dalam batas wajar.
Sadarkan, kritikan yang diberikan secara berlebihan itu merupakan bentuk pelecehan secara verbal, lho.
Kritik juga ada yang bersifat halus, seperti mengejek mengenai penampilan atau perilaku secara terus-menerus.
Tidak dapat dipungkiri juga, jika kalimat ejekan lainnya pun bisa diucapkan secara langsung.
Meskipun si korban tidak melakukan apapun, tapi dia terus mendapatkan hujan kritikan. Maka itu juga bisa mencoreng citra dirinya terlihat buruk.
Tidak hanya itu, kritikan yang berpotensi toxic bisa menghambat perkembangan emosional yang sehat, lho.
4. Rendahnya Rasa Empati
Hampir sebagian besar keluarga dengan kriteria yang menunjukkan disfungsional, umumnya memiliki kesulitan dengan sebuah wawasan.
Ketika seseorang memiliki rasa empati yang rendah, setiap perkataan yang keluar akan menyakiti perasaan orang lain.
Biasanya, mereka melakukan hal tersebut tanpa sengaja karena orang dengan rasa empati yang rendah tidak bisa memahami perasaan orang lain.
Ketika seseorang tumbuh dengan rasa empati yang rendah, bisa dipastikan jika anggota keluarga lainnya mungkin merasa dibohongi, disalahpahami, ditolak, dan dikritik.
Oleh sebab itu, sangat penting sekali menumbuhkan perasaan untuk dimengerti agar bisa dipercayai dan mendapatkan kedekatan secara emosional.
5. Berekspektasi Berlebihan
Ciri-ciri keluarga disfungsional yaitu ingin serba perfeksionisme. Suatu ekspektasi berlebihan yang terhadap anggota keluarga yang lain.
Pada kondisi ini biasanya lebih banyak menuntut daripada menjadi lebih baik. Terkadang yang diharapkan pun tidak sesuai dengan realita yang ada atau tidak realistis.
Apabila anggota keluarga tidak bisa memenuhi harapan tersebut, maka akan timbul perasaan bersalah, imidasi, hukuman, atau bahkan mendapatkan kritikan yang berlebihan.
Keadaan tersebutlah yang mampu membuat keadaan diri seseorang memiliki citra diri yang kurang baik dan merasa tidak dihargai.
Melihat ciri-ciri tersebut, sebenarnya apa sih penyebab terbentuknya keluarga yang disfungsional itu?
Penyebab Keluarga Disfungsional
Banyak faktor yang berkontribusi terbentuknya keluarga disfungsional. Namun, umumnya penyebab yang mengakibatkan kondisi tersebut terjadi, diantaranya yaitu;
- Masalah perilaku
- Penyakit kronis
- Masalah keuangan
- Perjuangan dalam diri seseorang
- Kurangnya dukungan atau power support
- Hubungan yang tidak sehat
- Pola asuh yang toxic dari orang tua
- Masalah kesehatan mental yang tidak diatasi dengan baik
Melalui pembahasan di atas, apakah keluargamu termasuk dalam kategori disfungsional? Lantas, kira-kira menurutmu apa penyebabnya?