A. Pesantren1. Sejarah Pesantren Pesantren atau yang lebih dikenal dengan istilah pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan islam tradisional tertua di indonesia.Menurut beberapa ahli, lembaga pendidikan islam ini sudah ada sebelum islam datang atau sampai ke indonesia. Hal ini dikemukakan oleh I.J. Brugman dan K. Mets, yang menyimpulkan dari tradisi pesantren seperti,penghormatan santri kepada kiyai, tata hubungan kedua belah pihak yang tidak didasarkan karena uang, sifat pengajaran yang murni agama dan pesantren dan pemberianntanah oleh negara kepada para guru dan pendeta. Gejala lain yang memperlihatkan azas non islam pesantren tidak terdapat di negara-negara mayoritas islam.Tentang kehadiran secara pasti di indonesia pertama kalinya, dimana, dan siapa pendirinya tidak dapat didapatkan keterangan yang pasti ada beberapa pendapat yang menyatakan,pesantren pertama kali didirikan oleh Syeikh Maulana Malik Ibrahim. Beliau adalah ulama yang berasal dari gujarat, india agaknya tudak sulit baginya untuk mendirikan pesantren karena sebelumnya sudah ada perguruan hindu budha dengan sitem biasa asrama sebagai tempat belajar mengajar,dan mempunyai persamaan denagn pendidikan di india. Pesantren yang ada di indonesia tumbuh dan berkembang sangat cepat. Berdasarkan laporan pada pemerintahan kolonial Belanda, pada tahun 1831 di Jawa saja terdapat sekitar 1.853 buah pesantren dengan jumlah santri tidak kurang 16.500 orang.Kemudian suatu survei yang diadakan oleh kantor shumbu (Kantor Urusan Agama) pada masa Jepang tahun 1942 jumlahnya bertambah menjadi 1.871 buah pesantren,jumlah tersebut belum dijumlah dengan pesantren di luar Jawa dan pesantren-pesantren kecil. Pada masa kemerdekaan jumlah pesantren terus bertambah, berdasarkan laporan Dapertemen Agama RI tahun 2001 jumlah pesantren di indonesia mencapai 12.312 buah. 2. Pengertian Pesantren Kata pondok berasal dari kata funduq yanb berarti hotel atau asrama. Dalam bahasa Indonesia memiliki banyak makna,diantaranya ialah madrasah tempat belajar agama islam.Sekarang lebih dikenal dengan nama pondok pesantren.Di Sumatera barat dikenal dengan nama surau,sedangkan di aceh dikenal dengan nama rangkang. Pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri.kata santri berasal dari kata cantrik ( bahasa sanskerta,atau mungkin jawa ) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru,yang kemudian dikembangkan oleh perguruan taman siswa dalam sistem asrama yang disebut pawiyatan.Secara terminologi dapat dikemukakan disini beberapa pandangan tyang mengarah kepada definisi pesantren.Abdurrahman Wahid, mendefinisikan pesantren secara teknis,pesantren adalah tempat dimana santri tinggal. Mahmud yunus ,mendifinisikan sebagai tempat dimana belajar agama islam sedang Abdurrahman Mas’ud ,mendefinisikan pesantren refers to a place where the santri devotes most of his or her time to live in and acquire knowledge.Secara definisi Imam Zarkasyi,mengartikan pesantren sebagai lembaga pendidikan islam dengan sistem asrama atau pondok,dimana kyai sebagai figur sentralnya,mesjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya,dan pengajaran agama islam dibawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya. Secara singkat pesantren bisa juga dikatakan sebagai laboratium kehidupan,tempat para santri belajar hidup dan bermasyarakat dalam berbagai segi dan aspeknya. Definisi pesantren yang dikemukakan oleh Imam Zarkasyi pendiri pondok modern daarussalam gontor sama dengan definisi yang dikemukakan oleh Zamakhsyari Dhofier dalam menentukan elemen-elemen pesantren, seperti kiyai,santri,masjid,pondok,dan pengajaran agama islam. 3. Unsur-unsur pesantrenLembaga pendidikan islam terbukti kebertahanannya dalam sejarah pendidikan Nusantara hingga menjadi Indonesia. Dalam perkembangannya kebertahanan lembaga pendidikan islam terus diuji seiring bergesernya zaman hingga mucul kategorisasi dalam lembaga pendidikan islam.Kemudian, karena tuntutan perubahan sistem pendidikan sangat mendesak dan serta bertambahnya santri yang belajar dari kabupaten dan propinsi lain yang membutuhkan tempat tinggal. Maka unsur – unsur pesantren bertambah banyak.Para pengamat mencatat ada lima unsur, yaitu; kiai, santri, pondok (asrama), masjid dan pengajian (kitab kuning). Kelima unsur tersebut merupakan ciri khusus yang dimilki pesantren dan membedakan pendidikan pondok pesantren dengan lembaga pendidikan dalam bentuk yang lain.a. Kyai kyai bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan dari bahasa Jawa. Dalam bahasa Jawa, kiai adalah sebutan bagi alim,ulama,cerdik pandai dalam agama islam. Dalam bahasa Jawa, sebutan kyai dipakai untuk tiga jenis gelar yang berbeda, yaitu: Pertama.sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat; contohnya, “kyai garuda kencana” dipakai untuk sebutkan kereta emas yang ada di Kraton Yogyakarta.Kedua, gelar kehormatan bagi orang-orang tua pada umumnya; Ketiga, gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada orang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya. Dari segi konsepsional, ada perbedaan tajam antara istilah ulama dan kyai. Sebutan kiai lahir dari kesepakatan sosial yang sudah lazim di masyarakat yang orang yang mendapatkan gelar kiai secara de facto tentunya mempunyai kharismatik yang luar biasa dan pendapatnya untuk diikuti, yang kemudian dalam perkembangan berikutnya dinisbatkan sebagai ahli agama. Lain halnya dengan istilah ulama yang cenderung bersifat lebih tekstual, ruang lingkup. Dalam Firman Allah SWT Q.S. At-Fathir ayat 28 : وَمِنَ ٱلنَّاسِ وَٱلدَّوَآبِّ وَٱلْأَنْعَٰمِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَٰنُهُۥ كَذَٰلِكَ ۗ إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَٰٓؤُا۟ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌArtinya:Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.Yang dimaksud dengan ulama dalam ayat ini ialah orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah. Ayat ini merupakan salah satu bentuk karakter yang menonjol bagi seorang ulama harus seperti padi, semakin tinggi ilmunya, semakin tinggi ketakwaannya kepada Allah.b. Masjid Sangkut paut pendidikan Islam dan masjid sangat dekat dan erat dalam tradisi Islam di seluruh dunia. Dahulu, kaum muslimin selalu memanfaatkan masjid untuk tempat beribadah dan juga sebagai tempat lembaga pendidikan Islam.Sebagai pusat kehidupan rohani, sosial dan politik, dan pendidikan Islam, masjid merupakan aspek kehidupan sehari-hari yang sangat penting bagi masyarakat. Dalam rangka pesantren, masjid dianggap sebagai “tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah, dan sembahyang Jumat, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.”Masjid memiliki fungsi ganda, selain tempat shalat dan ibadah lainnya juga tempat pengajian terutama yangmasih memakai metode sorogan dan wetonan (bandongan). Posisi masjjid di kalangan pesantren memiliki makna sendiri.Menurut Abdurrahman wahiddalam mujamil Qomar masjid sebagai tempat mendidik dan menggembleng santri agar lepas dari hawa nafsu, berada ditengahtengah komplek pesantren adalah mengikuti model wayang. Ditengah-tengah ada gunung.c. Santri Santri merupakan unsur yang penting sekali dalam perkembangan sebuah pesantren karena langkah pertama dalam tahaptahap membangun pesantren adalah bahwa harus ada murid yang datang untuk belajar dari seorang alim. Kalau murid itu sudah menetap di rumah seorang alim, baru seorang alim itu bisa disebut kyai dan mulai membangun fasilitas yang lebih lengkap untuk pondoknya.Santri adalah sekelompok orang yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan ulama. Santri adalah siswa atau mahasiswa yang dididik dan menjadi pengikut dan pelanjut perjuangan ulama yang setia. Pondok pesantren didirikan dalam rangka pembagian tugas mu’minin untuk iqomatuddin. Dalam Al-Qur’an Surah At-Taubah ayat 122 :وَمَا كَانَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟ كَآفَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَArtinya: tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.Dengan demikian, sibghah/predikat santri adalah julukan kehormatan, karena seseorang bisa mendapat gelar santri bukan semata-mata karena sebagai pelajar/mahasiswa, tetapi karena ia memiliki akhlak yang berlainan dengan orang awam yang ada disekitarnya. Buktinya adalah 40 ketika ia keluar dari pesantren, gelar yang ia bawa adalah santri dan santri itu memilki akhlak dan kepribadian tersendiri.Penggunaan istilah santri ditujukan kepada orang yang sedang menuntut pengetahuan agama di pondok pesantren. Sebutan santri senantiasa berkonotasi mempunyai kiai.Menurut Zamarkashi Dhofier, Santri biasanya terdiri dari dua kelompok, yaitu santri kalong dan santri mukim. Santri kalong merupakan bagian santri yang tidak menetap dalam pondok tetapi pulang ke rumah masing-masing sesudah selesai mengikuti suatu pelajaran di pesantren.Santri kalong biasanya berasal dari daerah-daerah sekitar pesantren jadi tidak keberatan kalau sering pergi pulang. Makna santri mukim ialah putera atau puteri yang menetap dalam pondok pesantren dan biasanya berasal dari daerah jauh.Pada masa lalu, kesempatan untuk pergi dan menetap di sebuah pesantren yang jauh merupakan suatu keistimewaan untuk santri karena dia harus penuh cita-cita, memiliki keberanian yang cukup dan siap menghadapi sendiri tantangan yang akan dialaminya di pesantren.d. PondokKata pondok berasal dari funduq (bahasa Arab) yang artinya ruang tidur, asrama atau wisma sederhana, karena pondok memang sebagai tempat penampungan sederhana dari para pelajar/santri yang jauh dari tempat asalnya. Asrama para santri tersebut berada dilingkungan komplek pesantren yang tediri dari rumah tinggal kiai, masjid, ruang untuk belajar, mengaji dan kegiatan keagamaan lainnya.Setidaknya ada beberapa alasan mengapa pesantren harus harus menyediakan pondok (asrama) untuk tempat tinggal para santrinya. Pertama, kemasyhuran kiai dan kedalaman pengetahuan tentang Islam, merupakan daya tarik tersendiri bagi santri yang berasal dari jauh untuk dapat menggali ilmu dari kiai dalam jangka waktu yang lama. Kedua, kebanyakan pesantren terletak di pedesaan yang jauh dari keramaian dan tidak tersedianya perumahan yang cukup untuk menampung para santri.Ketiga, santri dapat konsentrasi belajar setiap hari. Keempat, mendukung proses pembentukan kepribadian santri baik dalam tata cara bergaul dan bermasyarakat dengan sesama santri lainnya. Pelajaran yang diperoleh di kelas dapat diimplementasikan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari di pesantren.Sistem asrama ini merupakan ciri khas tradisi pesantren yang membedakan sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan Islam lain seperti sistem pendidikan di daerah Minangkabau yang disebut surau atau sistem yang digunakan di Afghanistan.e. Kitab-Kitab Kitab-kitab Islam klasik dikarang oleh para ulama terdahulu dan termasuk pelajaran mengenai macam-macam ilmu pengetahuan agam Islam dan Bahasa Arab. Dalam kalangan pesantren, kitab-kitab Islam klasik sering disebut kitab kuning oleh karena warna kertas edisi-edisi kitab kebanyakan berwarna kuning.Istilah kitab kuning sebenarnya melekat pada kitab-kitab warisan abad pertengahan Islam yang masih digunakan pesantren hingga kiniKitab kuning selalu menggunakan tulisan arab, walaupun tidak selalu menggunakan bahasa Arab, biasanya kitab ini tidak dilengkapi dengan harakat. Secara umum, spesifikasi kitab kuning mempunyai lay out yang unik. didalamnya terkandung matn (teks asal) yang kemudian dilengkapi dengan komentar (syarah atau juga catatan pinggir (halasyiyah). Penjilidannya pun biasanya tidak maksimal, bahkan sengaja diformat secara korasan sehingga mempernudah dan memungkinkan pembaca untuk membaca dan membawanya sesuai bagian yang dibutuhkan.2. Sistem Pendidikan di Pesantren Sistem pendidikan pesantren menurut M. Arifin adalah sarana yang berupa perangkat organisasi yang diciptakan untuk mencaapi tujuan pendidikan yang berlangsung dalam pesatren. Unsur –unsur sistem pendodidikan pesantren menurut Mastuhu dapat dikelompokkan sebagai berikut: aktor atau pelaku, seperti,kyai, santri syarana perangkat kelas, seperti masjid, asrama, atau pondok, rumah kyai dan sebagainya. Sarana perangkat lunak,seperti tujuan, kurikulum, metodologi pengajaran, evaluasi,dan alat-alat pendidikan lainnya. Kyai atau pengasuh pondok pesantren merupakan elemen yang sangat esensial dari suatu pesantren. la seringkali merupakan pendirinya. Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan pesantren semata-mata bergantung kepada kemampuan kyainya.Kyai dalam pembahasan ini mengacu kepada pengertian yang ketiga. Istilah kyai dipakai di Jawa Tengah dan Jawa Timur, di Jawa Barat istilah tersebut dikenal dengan Ajengan, di Aceh Tengku, di Sumatra Utara Buya.Gelar kyai saat ini tidak lagi hanya diperuntukkan bagi yang memiliki pesantren. Gelar tersebut kini digunakan untuk seorang ulama yang mumpuni dalam bidang keagamaan walau ia tidak mempunyai pesantren, seperti: Kyai Haji Ali Yafie, Kyai Haji Muhith Muzadi, dan lainnya. Bahkan gelar kyai digunakan untuk sebutan seorang Dai’ atau Muballigh.Santri adalah siswa yang belajar di pesantren, Zamakhsyari Dhofier membagi santri membagi dua kelompok: Santri mukim dan santri kalong, santri mukim adalah santri yang berasal dari daerah dan menetap dalam kelompok pesantren.Sebagai santri mukim mereka mempunyai keewajiban-kewajiban tertentu. Santri kalong adalah santri yang berasal dari masyarakat sekitar pesantren atau yang biasanya tidak menetap di pesantren. Untuk mengikuti pelajarannya di pesantren, mereka bolak balik dari rumahnya sendiri.Secara etimologis, masjid berasal dari kata sajada, yang berarti patuh, taat, serta tunduk dengan penuh hormat dan takzim. Sedangkan secaara terminologis, masjid adalah tempat melaksanakan aktifitas manusia yang mencerminkan kepatuhan kepada Allah.Upaya menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan berimplikasi pada tiga hal :Pertama, mendidik anak agar tetap beribadah kepada Allah. Kedua, menaikan rasa cinta pada ilmu pengetahuan dan solidaritas sosial, serta menyadarkan hak-hak dan kewajiban. Ketiga, memberikan ketentraman kemakmuran ,potensi-potensi melalui pendidikan kesabaran, keberanian kesadaran optimisme.Kendatipun sut sekarang kebanyakan pesantren telah melaksanakan proses belajar mengajar di dalam kelas dengan gedung tersendiri, namun mesjid tetap difungsikan sebagai tempat belajar. Hingga saat ini kyai sering mempergunakan masjid sebagai tempat membaca dengan metode handongan Disamping itu pula para santri memfungsikan masjid sebagai tempat belajar yang utama, karena kondisi masjid relatif lebih tenang serta mempunyai nilai ibadah.Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya tinggal bersama-sama dan belajar dibawah bimbingan seorang kyai.adda tiga alasan utama mengapa pesantren harus menyediakan asrama bagi santrinya:Pertama, kemashuran seorang kyai dan kedalaman pengetahuannya tentang Islam, menarik santri-santri dari jauh untuk dapat menggali ilmu dari kyai tersebut secara teratur dan dalam waktu yang lama, untuk itu in harus menetap.Kedua, hampir semua pesantren berada di desa desa di mana tidak tersedia perumahan (akomodasi) yang cukup untuk menampung santri-santri, dengan demikian perlulah adanya asrama khusus para santri.Ketiga, ada timbal balik anrtara santri dan kyai, di mana para santri menganggap kiyainya seolah-olah seperti bapaknya sendiri, sedang para kyai menganggap para santri sebagai titipan Tuhan yang harus senantiasa dilindungi.Disamping alasan-alasan diatas, kedudukan pondok sebagai salah satu unsur pokok pesantren sangat besar sekali manfaatnya diantaranya adalah santri dapat dikondisikan dalam suasana belajar sepanjang bari Kehidupan berasrama para santri juga sangat mendukung bagi pembentukan kepribadian.Di dalam asrama memungkinkan untuk mempraktekkan apa-apa yang telah dipelajari. Nilai-nilai agama yang secara normatif dipelajari di kelas, dapat dilatihkan untuk disosialisasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan begitu dimungkinkan mereka tidak hanya menjadi “having” tetapi “being”.3. Landasan Yuridis Formal PesantrenPemerintah RI, mengakui bahwa pesantren dan madrasah merupakan dasar pendidikan dan sumber pendidikan nasional, oleh karena itu harus dikembangkan, diberi bimbingan dan bantuan. Sejak awal kehadiran pesantren dengan sifatnya yang lentur (flexible) ternyata mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat serta memenuhi tuntutan masyarakat.Begitu juga pada era kemerdekaan dan pembangunan sekarang, pesantren telah mampu menampilkan dirinya aktif mengisi kemerdekaan dan pembangunan, terutama dalam rangka pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Landasan Yuridis formal berdirinya pesantren di Indonesia adalah sebagai berikut : Pancasila, sebagai dasar negara dan filsafah hidup bangsa Indonesia khususnya pada Sila I yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha esa”. Ini berarti agama dan institusi-insitusi agama dapat hidup dan diakhui di Indonesia.UUD 1945, sebagai Landasan Hukum Negara Republik Indonesia pada Pasal 33 tentang hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang layak.UUD 1954, ayat 1-2 (BPKNIP) yang menyatakan bahwa pendidikan agama merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional.UU No. 22 Tahun 1989 yang disempurnakan dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memuat pada pasal 30 ayat 1 sampai 4 memuat bahwa pondok pesantren termasuk pendidikan keagamaan dan merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional. Undang-undang ini amat signifikan dalam menentukan arah dan kebijakan dalam penanganan pendidikan pondok pesantren dimasa yang akan datang.B. Sekolah 1. Pengertian Sekolah adalah sistem interaksi sosial suatu organisasi keseluruhan terdiri atas interaksi pribadi terkait bersama dalam suatu hubungan organic (Wayne dalam buku Soebagio Atmodiwiro, 2000:37). Sedangkan berdasarkan Undang-undang No 2 Tahun 1989 sekolah adalah satuan pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar. Menurut Daryanto (1997:544), sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk belajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Jadi, sekolah sebagai suatu sistem sosial dibatasi oleh sekumpulan elemen kegiatan yang berinteraksi dan membentuk suatu kesatuan sosial sekolah yang demikian bersifat aktif kreatif artinya sekolah dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat dalam hal ini adalah orang-orang yang terdidik.Sekolah adalah suatu lembaga atau tempat untuk belajar seperti membaca, menulis dan belajar untuk berperilaku yang baik. Sekolah juga merupakan bagian integral dari suatu masyarakat yang berhadapan dengan kondisi nyata yang terdapat dalam masyarakat pada masa sekarang. Sekolah juga merupakan lingkungan kedua tempat anak-anak berlatih dan menumbuhkan kepribadiannya. (Zanti Arbi dalam buku Made Pidarta, 1997:171). Pada tanggal 16 mei 2005 diterbitkan peraturan pemerintah (PP) nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Dengan PP 19/2005 itu, semua sekolah di Indonesia diarahkan dapat menyelenggarakan pendidikan yang memenuhi standar nasional. pendidikan standar wajib 7 dilakukan oleh sekolah, delapan standar tersebut setahap demi setahap harus bisa dipenuhi oleh sekolah. Secara berkala sekolah pun diukur pelaksanaan delapan standar itu melalui akreditasi sekolah.2. Pendidikan agama di sekolah umumSelama ini pelaksanaan pendidikan agama yang berlangsung disekolah masih mengalami banyak kelemahan. Mochtar Buchori menilai pendidikan agama masih gagal.Kegagalan disebabkan karena praktek pendidikan hanya memperhatikan aspek kognitif semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai agama, dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif-voletif, yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama.Akibat terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan, antara gnosis dan praxis dalam kehidupan nilai agama atau dalam praktek pendidikan agama berubah menjadi pengajaran agama, sehingga tidak membentuk pribadi-pribadi bermoral, padahal intisari dri pendiikan agama adalah pendidikan moral.Beberapa faktor yang menghambat pendidikan agama :a. Faktor-faktor eksternal1) Timbulnya sikap orang tua dibeberapa lingkungan sekitar yang kurang menyadari tentang pentingnya pendidikan agama, tidak mengacuhkan akan pentingnya pemantapan pendidikan agama di sekolah yang berlanjut di rumah. Orang tua yang bersikap demikian disebabkan oleh dampak kebutuhan ekonomisnya yang mendorong bekerja 20 jam di luar rumah, sehingga mereka menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah untuk mendidik anaknya 2 jam per minggu.2) Situasi lingkungan sekitar sekolah di pengaruhi godaan-godaan setan dalam berbagai raga bentuknya, seperti judi, tontonan porno dan maksiat-maksiat lainnya. Situasi yang demikian dapat melemahkan daya konsentrasi berfikir dan berakhlaq mulia, serta mengurangi gaya belajar, bahkan mengurangi daya saing dalam meraih kemajuan.3) Adanya gagasan baru dari para ilmuan untuk mencari terobosan baru terhadap berbagai problema pembangunan dan kehidupan remaja, menyebabkan para pelajar secara latah mempraktekan makna yang keliru atats kata-kata yang terobosan menjadi mengambil jalan pintas dalam mengejar cita-citanya tanpa melihat cara-cara yang halal dan haram, seprti mencontek, membeli soal-soal ujian akhir, perolehan nilai secara aspal, bahkan ada yang menghalalkan cara apapun seprti doktrin komunisme.4) Timbulnya sikap frustasi dikalangan orang tua yang beranggapan bahwa tingginya tingkat pendidikan, tidak akan menjamin anaknya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, sebab perluasan lapangan kerja tidak dapat mengimbangi banyaknya pencari kerja.5) Serbuan dampak kemajuan ilmu dan teknologi dari luar negri semakin melenturkan perasan religius dan meleberkan kesenjangan antara nilai tradisional dengan nilai rasional teknologis, menjadi sumber transisi nilai yang belum menentukan arah dan pemukiman yang baru.b. Faktor-faktor internal1) Guru kurang kompeten utnuk menjadi tenaga profesional pendidikan atau jabatan guru yang disandangnya hanya merupakan pekerjaan alternatif terakhir, tanpa menekuni tugas sebenarnya selaku guru yang berkualitas atau tanpa ada rasa dedikasi sesuai tuntutan pendidikan.2) Penyalah gunaan menejemen penempatan yang mengalih tugaskan guru agama ke bagian administrasi, seperti perpustakaan, atau pekerjaan non guru.3) Pendekatan metologi guru masih terpaku kepada orientasi tradisionali, sehingga tidak mampu menarik minat murid pada pelajaran agama.4) Kurangnya rasa solidaritas antra guru agama dengan guru – guru bidang studi umum, sehingga timbul sikap memencilkan guru agama, yang mengakibatkan pelaksanaan pendidikan agama tersendat-sendat dan kurang terpadu.5) Kurangnya waktu persiapan guru agama dalam mengajar karena disibukan oleh usaha nonguru untuk mencukupi kebutuhan ekonomi sehari-hari atau mengajar di sekolah-sekolah suasta.6) Hubungan guru agama dengan murid hanya bersifat formal, tanpa berkelanjutan dalam situasi informal di luar kelas.7) Belum mantapnya landasan perundangan yang menjadi dasar terpijaknya pengolahan pendikan agama dalam sistem pendidikan nasional, termasuk pengelolaan lembaga-lembaga pendidikan islam.C. Madrasah 1. PengertianMadrasah sebagai sekolah umum berciri khas agama Islam mempunyai peran amat strategis dalam kerangka peningkatan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Peran strategis ini, menurut Hafid Abbas dikarenakan Indonesia sebagai negara keempat berpenduduk terbesar di dunia yang memiliki jumlah umat Islam terbesar di dunia. Mereka ini imemerlukan Iayanan pendidikan dan pengajaran yang berkualitas dan berciri khas IsIam. sebagai “center of excellence” atau pusat keunggulan dan memiliki nilai plus. Unggulan atau nilai plus di sini, bahwa madrasah memiliki keunggulan komperatif, yaitu penekanan yang signlfikan pada pendidikan agama dan akhlak (moralitas/imtaq) di satu sisi, dan penekanan yang signifikan pada pendidikan umum (iptek) di sisi lain.Secara lebih khusus, problematika yang dihadapi madrasah, yaitu pertama, rendahnya kualitas sarana fisik yang ditunjukkan déngan gedung-gedung madrasah yang rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, perpustakaan yang kurang lengkap, laboratorium yang tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai, dan masih banyak lagi;kedua, rendahnya prestasi siswa dalam hal dunia iptek apabila dibandingkan dengan siswa sekolah umum, apalagi dalam perhelatan sekolah skala asia dan internasional, tentunya amat menyedihkan;ketiga, kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan hal ini data Dirjen Pendis Depag tahun 2000 menunjukkan bahwa paling banyak angka partisipasinya di tinkgat SLTP yang masih rendah, yaitu 54,8%, sementara itu, layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas;keempat, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan yang dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang masih menganggur. 2. Ciri-Ciri Madrasah a. Mata pelajarannya tentang keagamaan, yang dijabarkan kebeberapa mata pelajaran, yaitu: Al-Qur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), dan Bahasa Arab, sehingga sehingga mata pelajaran pendidikan Islam lebih banyak.b. Suasana keagamaannya, yang berupa: suasana kehidupan madrasah yang agamis, adanya sasaran ibadah, penggunaan metodenya yang agamis dalam penyajian bahan pelajaran bagi setiap mata pelajaran yang memungkinkan dan kualifikasi guru yang harus beragama Islam dan berakhlak mulia.Dimadrasah apabila siswa-siswinya berjumpa dengan siswa-siswi lain, atau berjumpa dengan guru, kepala sekolah, dan tenaga pendidikan lainnya maka mereka akan saling mengucapkan salam (Assalamu’alaikum). Sedangkan disekolah non madrasah bisa bermacam-macam, ada selamat pagi, selamat siang dan selamat sore, dan ada yang saling mengucapkan salam.3. Perkembangan Madrasah di Indonesiaa. Masa PenjajahanPada masa pemerintah kolonial Belanda Madrasah memulai proses pertumbuhannya atas dasar semangat pembaharuan dikalangan umat Islam.Pertumbuhan Madrasah sekaligus menunjukkan adanya pola respon umat Islam yang lebih progresif, tidak semata- mata bersifat defensif, terhadap pendidikan Hindia Belanda kebijakan pemerintah Hindia Belanda sendiri terhadap pendidikan Islam pada dasarnya bersifat menekan karena kekhawatiran akan timbulnya militansi kaum muslimin terpelajar. Dalam banyak kasus sering terjadi guru-guru agama dipersalahkan ketika menghadapi gerakan kristenisasi dengan alasan keter